• Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168
  • Emas168

  • REKMED Jarkom Tugas 03 – UU ITE dan Penjelasannya

     Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 Tahun 2008 dan Contoh-Contoh Kasus Pelanggarannya

     

    Assalamu’alaikum…

    Dalam penjelasan kali ini, saya akan membahas tentang ITE dan saya bagi menjadi 3 bagian :

    Bagian A   : Pengertian UU ITE

    Bagian B   : Contoh kasus pelanggaran UU ITE serta solusinya

    Bagian C   : Uraian UU ITE

     

    A. Pengertian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

    Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

    Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature.

    B.  Contoh Pelanggaran UU ITE dan Solusinya 

    1. Kasus Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik

    a. Kasus seorang Ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari

    Prita Mulyasari adalah seorang mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita mengeluh tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit pun tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.

    RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini melanggar 2 pasal didalam UUD ITE, yaitu : Undang-Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”. Serta melanggar Undang-Undang Nomor 11 pasal 29 tahun 2008 tentang UU ITE, yang berisi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi “. 

     b. Kasus Florence Sihombing

    Florence Sihombing adalah mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang harus mendekam di sel Polda DIY usai dilaporkan menghina masyarakat Yogyakarta di sebuah akun Path miliknya.

    Florence dijerat Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait informasi elektronik yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik. Jerat dalam pasal tersebut mengancam siapa pun yang mendistribusikan dokumen atau informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Selain itu, kasus ini melanggar pasal Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena pelanggarannya memuat pelarangan penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.

    c. Kasus Ervani Emi Handayani

    Ervani merupakan ibu rumah tangga asal Dusun Gedongan, Desa Bangunjiwo, Kecataman Kasihan, Bantul, yang ditahan karena komentarnya di Facebook dilaporkan oleh salah satu pegawai di perusahaan yang telah memecat suaminya. Kasus pelanggaran ini diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

     d. Kasus Penghinaan Islam

    Kepala Kepolisian Resor Dharmasraya Ajun Komisaris Besar Chairul Aziz menyatakan Alexander, pegawai negeri sipil (PNS) di Dharmasraya, Sumatera Barat, yang menganut paham Atheis, dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE karena menghina agama Islam. Alexander telah mendistribusikan informasi melalui Facebook yang memiliki muatan penghinaan terhadap suatu agama sehingga masyarakat resah. Sesuai UU ITE dia diancam dengan pidana penjara enam tahun,” ujarnya. Selain dijerat dengan UU ITE, Alexander juga terancam dengan jeratan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

     

    SOLUSI :

    Dengan adanya hukum tertulis yang telah mengatur, kita hendaknya selalu berhati-hati dalam berkomunikasi menggunakan media, harus lebih berhati-hati dalam menghadapi perkembangan Teknologi di era globaliosasi ini, serta dapat mengontrol diri kita sendiri jika akan menulis di sebuah akun.

    2. Kasus Pornografi

    a. Kasus ini dialami oleh seorang perempuan dan laki-laki yang berasal dari Karanganyar Jawa Tengah dengan status mereka yaitu berpacaran tanpa restu kedua orangtua si perempuan. Akibat tidak adanya restu tersebut si laki-laki mengajak si perempuan melakukan hubungan seksual atas kesepakatan mereka berdua. Hasil rekaman hubungan seksual tersebut diserahkan pada orang tua perempuan dengan maksud agar orang tua perempuan menyetujui pernikahan mereka. Akan tetapi ternyata si laki-laki menggandakan video pada sebuah rental dan menyebarkan kepada teman-temannya dan videonya diketahui Polsek Colomadu Karanganyar. .

    Kasus ini melanggar UU ITE mengenai penyebaran video kesusilaan kasus ini melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendstribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Dan untuk ketentuan pidananya sendiri dijelaskan pada Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

    b. Kasus Ariel “Peterpan” dengan Luna Maya dan Cut Tari

    Kasus ini mengenai video hubungan seksual yang dilakukan oleh Ariel “Peterpan” dengan Luna Maya dan Cut Tari. Video ini di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’. Pada kasus ini, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.

    Kasus ini melanggar UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik istilah pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”, yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

     

    SOLUSI :

    Pihak kepolisian seharusnya berusaha semaksimal mungkin agar pengedar dan ketiga pelaku video seksual tersebut dihukum seberat-beratnya. Jika vonis yang dijatuhkan itu terlalu ringan, maka tidak akan menimbulkan efek jera pada si pelaku. Selain itu, alamat situs yang melibatkan kasus pornografi seharusnya ditutup agar menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.

     3. Kasus Perjudian Online

    Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.

    Kasus yang dipaparkan diatas melanggar pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.

     

    SOLUSI :

    Jati diri pribadi kita harus lebih dipertebal keimanannya, sehingga nantinya dapat menjauhi hal-hal yang bersifat haram seperti Judi ini. Untuk dari segi IT, website-website yang mengandung unsur-unsur perjudian harus segera diblok oleh pemerintah ataupun ISP.

     4. Kasus Data Forgery

    Kasus ini terjadi hari Rabu 17 /4/2004, Dany Firmansyah 25 tahun, seorang konsultan teknologi informasi (TI) PT. Dana reksa di Jakarta, berhasil membobol situs milik KPU di http://tnp.kpu.go.id dan mengubah nama-nama partai didalamnya menjadi nama unik seperti partai kolor ijo, partai mbah jambon, partai jambu dan lain sebagainya. Dani menggunakan teknik SQL injection (pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau perintah tertentu di addres bar browser) untuk menjebol situs KPU. Kemudian dani tertangkap pada Kamis, 22/4/2004.

    Kasus ini melanggar UU ITE No 11 Pasal 30 Ayat 3 Tahun 2008, yang berbunyi : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan”, karena Dani Firmansyah telah terbukti melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik partai-partai yang ada dalam situs KPU dengan cara mengganti-ganti nama partai tersebut dan melakukan menjebolan sistem keamanan pada situs KPU.

     

    SOLUSI :

    Setiap data yang ingin dikirimkan melalui internet harus di ZIP atau di Archive dahulu dengan menggunakan password sehingga menyulitkan data untuk diubah.

    5. Kasus Pembobolan Internet Banking Milik BCA

    Pada tahun 2001, Internet Banking diributkan oleh kasus pembobolan internet banking milik bank BCA, Kasus tersebut dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa ITB Bandung dan juga merupakan salah satu karyawan media online (satunet.com) yang bernama Steven Haryanto. Anehnya Steven ini bukan Insinyur Elektro ataupun Informatika, melainkan Insinyur Kimia. Ide ini timbul ketika Steven juga pernah salah mengetikkan alamat website. Kemudian dia membeli domain-domain internet dengan harga sekitar US$20 yang menggunakan nama dengan kemungkinan orang-orang salah mengetikkan dan tampilan yang sama persis dengan situs internet banking BCA.

    Kasus ini melanggar Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs)”.

    SOLUSI :

    Untuk jaminan keamanan Bank BCA perlu di tingkatkan situs keamannya, agar para nasabahnya tidak salah jika ingin melakukan Internet Banking.

    C. Uraian UU ITE

    Link download UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 di http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf

     

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 11 TAHUN 2008

    TENTANG

    INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

     

    Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;

    1. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi duniam sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

    2. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;

    3. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga,  memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;

    4. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

    5. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;

    6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

     

    Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945;

     

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    dan

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

     

    MEMUTUSKAN:

     

    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

     

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

    2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

    3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

    4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

    5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

    6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

    7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

    8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.

    9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

    10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

    11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

    12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

    13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.

    14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

    15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri ataudalam jaringan.

    16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.

    17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

    18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

    19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.

    20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

    21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.

    23. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

    24. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

     

    Pasal 2

    Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

     

    BAB II

    ASAS DAN TUJUAN

     

    Pasal 3

    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

    Pasal 4

    Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

    1. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
    2. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
    3. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
    4. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
    5. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

     

    BAB III

    INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

     

    Pasal 5

    (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

    (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

    (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

    (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

    1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
    2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

     

    Pasal 6

    Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

     

    Pasal 7

    Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.

     

    Pasal 8

    (1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

    (2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

    (3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.

    (4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:

    1. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
    1. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

     

    Pasal 9

    Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

     

    Pasal 10

    (1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

    (2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 11

    (1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi

    persyaratan sebagai berikut:

    1. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
    2. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
    3. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
    4. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
    5. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
    6. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

    (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 12

    (1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

    (2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi:

    1. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
    2. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
    3. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai

    Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

    1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
    1. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
    2. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.

    (3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

     

    BAB IV

    PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

     

    Bagian Kesatu

    Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

     

    Pasal 13

    (1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

    (2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.

    (3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

    1. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
    2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

    (4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

    (5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 14

    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:

    1. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
    2. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
    3. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.

     

    Bagian Kedua

    Penyelenggaraan Sistem Elektronik

    Pasal 15

    (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara  andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

    (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

     

    Pasal 16

    (1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

    1. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
    2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
    3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
    4. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dankebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

    (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    BAB V

    TRANSAKSI ELEKTRONIK

     

    Pasal 17

    (1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

    (2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 18

    (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

    (2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

    (3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

    (4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

    (5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

     

    Pasal 19

    Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

     

    Pasal 20

    (1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

    (2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

    Pasal 21

    (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

    (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

    1. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
    2. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
    3. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

    (3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

    (4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

    (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

     

    Pasal 22

    (1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    BAB VI

    NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,

    DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

     

    Pasal 23

    (1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

    (2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.

    (3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

     

    Pasal 24

    (1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

    (2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.

    (3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 25

    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

     

    Pasal 26

    (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

    (2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

     

    BAB VII

    PERBUATAN YANG DILARANG

     

    Pasal 27

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

    (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

    (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

     

    Pasal 28

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

     

    Pasal 29

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

     

    Pasal 30

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

    (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

     

    Pasal 31

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

    (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka  penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 32

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem  Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

    (3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diaksesoleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

     

    Pasal 33

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

     

    Pasal 34

    (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

    1. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
    2. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

    (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

     

    Pasal 35

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

     

    Pasal 36

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

    Pasal 37

    Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

     

    BAB VIII

    PENYELESAIAN SENGKETA

     

    Pasal 38

    (1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

    (2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

     

    Pasal 39

    (1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

     

    BAB IX

    PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

     

    Pasal 40

    (1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.

    (4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

    (5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 41

    (1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

    (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

    (3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

     

    BAB X

    PENYIDIKAN

     

    Pasal 42

    Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

     

    Pasal 43

    (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

    (2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    (3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

    (4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

    (5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

    1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
    2. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
    3. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
    4. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
    5. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
    6. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempatuntuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
    7. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;
    8. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkanUndang-Undang ini; dan/atau
    9. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

    (6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajibmeminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empatjam.

    (7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan danmenyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

    (8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

     

    Pasal 44

    Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

    1. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
    2. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

     

    BAB XI

    KETENTUAN PIDANA

     

    Pasal 45

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

     

    Pasal 46

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidanadengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

     

    Pasal 47

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

     

    Pasal 48

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

    (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

     

    Pasal 49

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

     

    Pasal 50

    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

     

    Pasal 51

    (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

    (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

     

    Pasal 52

    (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

    (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

    (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

    (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

     

    BAB XII

    KETENTUAN PERALIHAN

     

    Pasal 53

    Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

    BAB XIII

    KETENTUAN PENUTUP

     

    Pasal 54

    (1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    (2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

     

    Disahkan di Jakarta

    pada tanggal 21 April 2008

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

     H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

     

    Diundangkan di Jakarta

    pada tanggal 21 April 2008

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    REPUBLIK INDONESIA,

     

     

    ANDI MATTALATA

     

    Wassalamu’alaikum…

     

    ~SELESAI~

    Sumber :

    http://blogakaptek.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-uu-ite.html

    http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/534057-jeratan-uu-ite-dalam-enam-kasus-hukum

    http://www.tempo.co/read/news/2014/11/16/058622226/ICT-71-Kasus-Pidana-Akibat-UU-ITE

    https://www.academia.edu/5526302/Kumpulan_Kasus_Cyber_Crime_di_Indonesia

    http://mydennyalamsyahgindo.blogspot.com/

    https://pentingnyaberbagiilmu.wordpress.com/cyber-law/kasus-pembobolan-internet-banking-milik-bca/

     

     

    Post a Comment

    Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

    *
    *


  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO
  • PADANGTOTO